Rengkuni:
(Bagian-1)
Genap dua tahun sudah pandemi hadir ditengah kehidupan manusia bumi. Sebuah fenomena yang menggemparkan jagad raya dengan mahkluk kecil tidak kasat mata yang merepotkan pola hidup manusia dan sudah menggangu kesehatan hingga berujung kematian. Covid -19 dicap sebagai virus mematikan dan menakutkan bagi manusia. Awal tahun 2020, ketika covid melanda dunia, khususnya Indonesia, virus ini menjadi stigma negatif atau aib bagi setiap penderitanya. Kerap kali penderita covid19 banyak yang diasingkan atau dijauhi oleh masyarakat sekitar karena dianggap sebagai manusia kotor pembawa penyakit. Berita ini semakin meluas kesemua lapisan masyarakat hingga akhirnya sampai ketelingaku.
Namaku Rengkuni, aku seorang perempuan muda dengan satu anak, berprofesi sebagai freelancer dan juga ibu rumah tangga. Aku kaget melihat pemberitaan covid-19 yang kala itu penyebarannya sudah dimana-mana. Aku tidak menyangka begitu dahsyat penularan virus ini pada manusia. Terkadang, aku tidak nafsu makan disebabkan oleh kerajingan menonton berita covid-19 di televisi. Aku tidak bisa membayangkan kalau aku menjadi penderitanya, tentunya akan berat bagiku untuk menerima kenyataan sebagai penderita covid19. Terlebih, aku punya anak batita, dan lingkungan tempat tinggalku juga sepertinya bukan tempat tinggal kondusif buatku.
Sambil menghela nafas, lalu kuberkata, ah sudahlah, aku berharap tidak akan terjadi hal yang tidak diinginkan, karena dengan tetap menjaga protokoler kesehatan dan pola hidup sehat aku yakin tidak akan terjadi apa-apa pada diriku dan keluarga kecilku.
Sinar matahari pagi yang terpancar indah, membuat tubuhku hangat dan memantik mood baikku hari ini. Seperti biasa, setiap pagi aku selalu menyiapkan makanan sarapan untuk suamiku sebelum ia berangkat ke kantor. Suamiku, Wedi, adalah seorang tenaga kesehatan, dokter umum yang sudah bekerja kurang lebih 10 tahun lamanya di salah satu rumah sakit negeri di Jakarta.
Setiap hari, Mas Wedi selalu bertugas tanpa kenal lelah, terkadang dihari weekend pun ia selalu siap dan sigap dengan tugasnya melayani masyarakat. Tiada henti, Mas Wedi selalu memintaku untuk mendoakannya agar ia selalu diberikan kesehatan dan kekuatan dalam menghadapi pandemi ini. Kami semua berharap kalau pandemi ini akan segera berakhir.
Terkadang, Mas Wedi selalu bercerita tentang pengalamannya ketika menghadapi pandemi ini di rumah sakit. Tidak sedikit, rekan kerjanya sesama nakes tumbang karena terjangkit covid19. Mas Wedi, bilang, insyaAllah kita gak apa-apa, semoga kita selalu sehat dan imun kita juga kuat. Mas Wedi juga selalu bilang kalau ia sampai berkali-kali cuci tangan, jaga jarak dengan rekan kantor dan ia tidak lupa minum vitamin serta menjaga staminanya.
Mendengar kata-kata Mas Wedi tadi cukup menenangkan hatiku agar tidak terlalu khawatir dengan apa yang telah terjadi pada dunia saat ini. Namun, aku selalu berdoa agar suamiku selalu baik-baik saja.
Hari demi hari selama pandemi aku lalui dengan penuh semangat. Berbagai kegiatan dan aktivitas pun aku jalanlan seperti biasa.
(Bersambung)
Komentar
Posting Komentar