Perpindahan Ibukota Jakarta ke Kalimantan telah menimbulkan banyak pro-dan kontra dari berbagai pihak. Adapun salah satu dampak perpindahan ibukota yang menjadi perhatian penting berbagai kalangan adalah terhadap ekosistem lingkungan dan konservasi alam. Hal ini ditegaskan pada data yang bersumber pada pakar lingkungan yaitu WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) menegaskan bahwa pembangunan IKN akan mengancam keberadaan ekosistem mangrove di Teluk Balikpapan seluas 2.603,41 hektar.
Pemerintah memiliki alasan untuk memindahkan ibukota negara yaitu karena luas Pulau Jawa sudah menyempit dengan kepadatan penduduk 150 juta atau 54 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Hal ini menjadikan Jakarta sudah terlalu berat untuk menanggung beban sebagai ibukota negara. Sumber dari Artikel Kompas.com dengan judul
"Presiden Jokowi Ungkap Alasan Mengapa Ibu Kota RI Harus Pindah",https://nasional.kompas.com/read/2019/08/26/13475951/presiden-jokowi-ungkap-alasan-mengapa-ibu-kota-ri-harus-pindah?page=all.
Alasan pemerintah tersebut dinilai sangat kontradiktif terhadap kondisi Jakarta yang sebenarnya. Tidak dipungkiri bahwa Jakarta masih menghadapi banyak permasalahan tata kota diantaranya penanganan banjir dan kemacetan yang tidak kunjung usai, ruang tata kota dan infrastruktur yang belum rapi dan efisien. Hal ini senada diungkapkan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang menitikberatkan pada aspek penanganan banjir dan infrastruktur transportasi. https://www.dw.com/id/anies-beberkan-tiga-masalah-utama-jakarta-saat-bertemu-luhut/a-56832968
Disatu sisi, kondisi pulau Kalimantan sebagai calon ibukota baru dilihat dari segi ekosistem dan konservasi alam akan mengalami berbagai permasalahan juga diantaranya:
1. Pengikisan atau pengurangan lahan hijau yang dapat menimbulkan kerusakan seperti pencemaranataulimbah di sekitar wilayah calon ibukota baru.
2. Mengurangi habitat ekosistem flora dan fauna yang dilindungi.
3. Mengikis area penghijuan Kalimantan sebagai jantung khatulistiwa. Hal ini didukung oleh sumber berdasarkan laporan dari salah satu organisasi non-pemerintah (non-governmental organization/NGO), World Wide Fund (WWF) tahun 2017, hutan di pulau Kalimantan masuk dalam salah satu paru-paru terbesar di dunia. Luasnya mencapai 40,8 juta hektare. Hutan seluas itu menjadi rumah bagi 6% dari flora dan fauna dunia. Ada pula satwa unik, seperti Orangutan yang bergantung pada hutan sebagai satu-satunya habitat hidup alaminya.
Kesimpulannya adalah kepindahan ibukota negara akan menjadi masalah baru baik di Jakarta maupun Kalimantan, untuk itu pemerintah harus mengkaji ulang keputusan kepindahan ini karena menyebabkan implikasi besar pada kedua kota tersebut. Sebuah eksosistem dan konservasi alam yang baik sejatinya harus terus terpelihara dan terawat keberadaannya. Hal ini senada yang dikemukan oleh pakar ekosistem kota dan tata kota menurut Budihardjo (2000), penyusunan rencana tata ruang harus dilandasi pemikiran perspektif menuju keadaan pada masa depan yang didambakan, bertitik tolak dari data, informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat dipakai, serta memperhatikan keragaman wawasan kegiatan tiap sektor. Dalam kasus ini, keputusan pemerintah memindahkan ibukota akan menjadi solusi terbaik bagi kedua belah pihak apabila masalah ekosistem di Jakarta dibenahi dan ekosistem di Kalimantan dikaji dan direncanakan secara holistik demi keberlangsungan hidup negara.
Komentar
Posting Komentar