Langsung ke konten utama

Saya dan teman-teman kecil di Kolong Jembatan Cikini

 


Hi Mama,

Pada hari Minggu, tanggal 31 Oktober 2015, saya pergi mengunjungi teman-teman kecil saya di kawasan pusat Jakarta. Kawasan ini selain merupakan kawasan padat penduduk dan kendaraan transportasi publik dimulai dari bajaj, busway, ojek dan kereta api, kawasan ini juga dinamakan sebagai kota yang melahirkan bangunan bersejarah dan kebudayaan asli Jakarta. Kota ini disebut Cikini. Adalah suatu kota yang pada masa kolonial Belanda difungsikan sebagai pusat kota perumahan dan perdagangan. Salah satu kawasan perumahan yang saat ini masih menjadi ikon kawasan elit di Cikini adalah Kawasan Menteng. Konon, pada masa itu, seorang arsitek berkewarnegaraan Belanda, P.A.J Mooijen, bertugas menata kawasan Menteng dengan menfungsikan pada beberapa area fasilitas umum terbatas hanya untuk penghuni kawasan Menteng.

Saat ini Kawasan Menteng masih terbilang sebagai kawasan berkelas menengah keatas. Namun, dibalik hiruk pikuk kota dengan dinamika sosialnya, saya menemukan suatu kehidupan yang secara strata sosialnya jauh dari realita yang ada. Kehidupan ini yang membawa saya semakin sadar bahwa ternyata saya memiliki teman- teman kecil yang harus saya kunjungi setiap week-end untuk berbagi keceriaan dan kebahagiaan. Sore itu, pukul 15:30, akhirnya kaki saya berpijak pada suatu jalan yang menghantarkan saya pada tempat teman kecil saya berkumpul, ya, “Kolong Jembatan Cikini” adalah tempat saya menyapa teman-teman kecil saya itu.

Ditempat itu saya berkumpul layaknya pertemuan dengan teman lama yang tidak jumpa. Awalan sapa polos dengan wajah tanpa eskpresi membuat saya semakin tersentuh dengan kondisi mereka yang apa adanya. Teman-teman kecil saya itu tidak banyak jumlahnya mereka hanya terdiri dari kurang lebih sepuluh sampai dengan lima belas orang. Mereka berpakaian sangat sederhana, beralaskan sandal jepit dan kaos oblong, mereka siap dan senang untuk belajar bersama. Perjumpaan saya dengan mereka merupakan moment belajar bersama yang mana mereka tidak dapatkan layaknya anak-anak seumur mereka yang sudah belajar di sekolah impiannya. Mereka berumur antara 3 sampai 13 tahun. Kebanyakan dari mereka tidak bersekolah karena orang tua mereka tidak mampu membiayai mereka sampai lulus. Tidak sedikit juga dari mereka yang bekerja sebagai pemulung dan pengamen jalanan. Dalihnya, mereka membantu ekonomi orang tua.

Bagi mereka, asalkan bisa makan saja sudah cukup. Pendidikan tidak begitu penting untuk mereka. Walaupun demikian, ada secerca harapan didalam lubuk hati mereka untuk bisa bersekolah seperti layaknya anak-anak seumur mereka.

Semoga pemerintah dan rekan-rekan pemerhati sosial dapat giat membantu meningkatkan dan memfasilitasi teman-teman kecil saya yang kurang mampu ini untuk mewujudkan cita-citanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rumah itu, saksi bisu hidupku

  " Rumah, tempat di bumi yang sangat diberkati". "Tempat yang lebih berharga dan lebih manis dari yang lainnya."  - Robert Montgomery Dua puluh sembilan tahun berlalu dengan rangkaian memori indah yang tidak dapat terlupakan di sebuah tempat berteduh yang membuatku telah banyak memaknai arti hidup. Suka dan duka telah aku lalui bersama dengan deraian air mata kesedihan dan kebahagiaan. Sungguh, apabila waktu dapat berulang kembali, aku akan menjeda berbagai momen yang membuatku semakin mengharu biru. Tempat itu, telah menyanderaku dengan kebahagiaan dan kedukaan, tempat itu telah membawaku pada sebuah kesejukan cinta dan kasih sayang. Tempat itu adalah tempat berteduh dari panas hujan tetapi tidak pernah terbatas untuk sekedar menenteramkan jiwa. Tempat itu adalah rumah, sebuah saksi bisu yang selalu hidup menyaksikan para jiwa huniannya beradu seteru atau hanya sekedar berbincang riang. Rumah itu merupakan lembaran sejarah hidupku. Betapa tidak, semua kenangan m

Blijf Vanavond Heel Even Bij Mij

                                                     Picture Sources: fransbauer.nl Malam ini begitu damai dan juga sejuk. Hujan telah mengguyur kota tempat aku tinggal hingga pukul 9 malam tadi. Nyaman rasanya malam ini sambil duduk dan menonton tv serta bersantai dengan anak dan suami. Tidak terasa  hari ini merupakan hari menyenangikan bagiku, karena aku telah berhasil melalui jam padat dan challenging karena harus berbagi peran sebagai seorang ibu dan juga seorang profesional.  Pada kesempatan kali ini aku hanya ingin menggoreskan tulisan ringan dengan bercerita tentang lagu kesukaan suamiku. Sebenarnya aku baru kali pertama mendengarkan lagu kesukaan suamiku ini, tetapi setelah aku dengarkan dengan santai, ternyata lagu ini enak juga. Lagu yang easy listening dan buat aku lagu ini, enak untuk diputar berulang-ulang. Awalnya kukira dari ritme irama lagunya seperti lagu seberang pulau tetapi nyatanya aku salah tebak. Jauh sekali muasal lagu ini. Lagu asal negeri kincir angin ini tel

Membaca asyik dan betah di Perpustakaan British Council Indonesia

 "Books were my pass to personal freedom"                                      - Oprah Winfrey - Membaca buku merupakan habit berkualitas yang dapat meningkatkan ketajaman berpikir seseorang. Semakin intensif seseorang membaca buku maka akan semakin kuat kemampuan analitisnya. Hal ini pasti akan mempengaruhi cara berpikir seseorang dalam melihat cara pandang tertentu.  Kegiatan membuka lembaran buku, meresapi makna tulisan didalamya telah membentuk sebuah kegemaran yang telah aku tekuni sejak usia dini. Almarhum ayahku juga penggemar buku, koran dan majalah. Setiap hari kami pasti membaca berita apa saja yang ada dalam media baca yang kami miliki. Tak luput juga, pada setiap weekend ayahku selalu mengajakku ke toko buku Gramedia atau toko buku Gunung Agung hanya sekedar melihat ada buku terbaru apa yang hadir disana atau membelinya. Kebiasaan membaca ini terus berlanjut hingga aku dewasa. Ketika aku ada dimasa kuliah, aku senang sekali berkunjung ke perpustakaan atau ke to