Langsung ke konten utama

BREAKING BIAS TO BUILD A MORE GENDER EQUALITY IN FACING THE ISSUE OF CLIMATE CHANGE IN INDONESIA - PART VI

 IV.        Analysis

 

The climate crisis in the climate change that is happening on earth is not “gender neutral”. In this case, women and girls experience the greatest impact of climate change, thus amplifying existing gender inequalities and posing many threats to women's livelihoods, health and safety. Around the world, women are more dependent on each other than men, but have less access to natural resources. In many areas, women bear a disproportionate responsibility for securing food, water and fuel. Agriculture is the most important sector of employment for women in low- and lower-middle income countries, during periods of drought and erratic rainfall, women, as agricultural workers and major suppliers, work harder to secure income and resources for their families. This adds to the pressure on girls, who often have to leave school to help their mothers cope with the increased burden[1].

Climate change has had many impacts on human development, in particular, women in the world. But what will be discussed is the real impact on women in Indonesia and how they, women get an equal role with men in terms of dealing with problems from the impacts of climate change itself.
 
As explained earlier, climate change has a special impact on nature such as lack of clean water, drought and so on. As an example, one of them is the reduced supply of clean water in Indonesia, based on the following data:
 
Water quality in Indonesia will decline in 2021. The Ministry of Environment and Forestry (KLHK) noted that the domestic Water Quality Index (IKA) score was 53.33 points last year. This value decreased by 0.2 points compared to the previous year which was 53.53 points. If we refer to the data and we can imagine if the water quality decreases, there is a long drought and drought, then family life in rural areas is increasingly worrying because of course women, in this case women in rural areas, are forced to survive in search of water sources. This clean and difficult season has made rural women even more depressed with their lives which are certainly very limited and these restrictions are carried out by their own husbands or fathers.
However, it is important to remember that women are not only vulnerable to climate change, but they are also effective actors or agents of change related to mitigation and adaptation. Women often have strong knowledge and skills that can be used in climate change mitigation, disaster reduction and adaptation strategies. In addition, the responsibilities of women in the household and community, as stewards of natural resources and households, position them well to assist in livelihood strategies that are adapted to the realities of environmental change.
 
 
V.           Conclusion/Policy Recommendation
 
A.      Conclusion
 
1.         Climate change has had many impacts on life, namely human development, especially for women in the world and Indonesia in rural areas. The limited facilities and infrastructure as well as the lack of facilities when there is a drastic climate change can make their lives, for women, not better. For this reason, integration is needed with coordination and collaboration efforts between the government when making or formulating policies, it must involve many parties, namely the gender working group who upholds gender equality so that innovative change policies can be directed and socially just.


[1] https://www.unwomen.org/en/news-stories/explainer/2022/02/explainer-how-gender-inequality-and-climate-change-are-interconnected

In addition, women and men in rural areas of developing countries are particularly vulnerable when they are highly dependent on local natural resources for their livelihoods. These demands with responsibilities for securing water, food and fuel for cooking and heating face the greatest challenges. Second, when it comes to unequal access to resources and decision-making processes, limited mobility places women in rural areas in a position where they are disproportionately affected by climate change. It is therefore important to identify gender-sensitive strategies to respond to the environmental and humanitarian crises caused by climate change.


-----To be Continued-----------------


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rumah itu, saksi bisu hidupku

  " Rumah, tempat di bumi yang sangat diberkati". "Tempat yang lebih berharga dan lebih manis dari yang lainnya."  - Robert Montgomery Dua puluh sembilan tahun berlalu dengan rangkaian memori indah yang tidak dapat terlupakan di sebuah tempat berteduh yang membuatku telah banyak memaknai arti hidup. Suka dan duka telah aku lalui bersama dengan deraian air mata kesedihan dan kebahagiaan. Sungguh, apabila waktu dapat berulang kembali, aku akan menjeda berbagai momen yang membuatku semakin mengharu biru. Tempat itu, telah menyanderaku dengan kebahagiaan dan kedukaan, tempat itu telah membawaku pada sebuah kesejukan cinta dan kasih sayang. Tempat itu adalah tempat berteduh dari panas hujan tetapi tidak pernah terbatas untuk sekedar menenteramkan jiwa. Tempat itu adalah rumah, sebuah saksi bisu yang selalu hidup menyaksikan para jiwa huniannya beradu seteru atau hanya sekedar berbincang riang. Rumah itu merupakan lembaran sejarah hidupku. Betapa tidak, semua kenangan m

Blijf Vanavond Heel Even Bij Mij

                                                     Picture Sources: fransbauer.nl Malam ini begitu damai dan juga sejuk. Hujan telah mengguyur kota tempat aku tinggal hingga pukul 9 malam tadi. Nyaman rasanya malam ini sambil duduk dan menonton tv serta bersantai dengan anak dan suami. Tidak terasa  hari ini merupakan hari menyenangikan bagiku, karena aku telah berhasil melalui jam padat dan challenging karena harus berbagi peran sebagai seorang ibu dan juga seorang profesional.  Pada kesempatan kali ini aku hanya ingin menggoreskan tulisan ringan dengan bercerita tentang lagu kesukaan suamiku. Sebenarnya aku baru kali pertama mendengarkan lagu kesukaan suamiku ini, tetapi setelah aku dengarkan dengan santai, ternyata lagu ini enak juga. Lagu yang easy listening dan buat aku lagu ini, enak untuk diputar berulang-ulang. Awalnya kukira dari ritme irama lagunya seperti lagu seberang pulau tetapi nyatanya aku salah tebak. Jauh sekali muasal lagu ini. Lagu asal negeri kincir angin ini tel

Membaca asyik dan betah di Perpustakaan British Council Indonesia

 "Books were my pass to personal freedom"                                      - Oprah Winfrey - Membaca buku merupakan habit berkualitas yang dapat meningkatkan ketajaman berpikir seseorang. Semakin intensif seseorang membaca buku maka akan semakin kuat kemampuan analitisnya. Hal ini pasti akan mempengaruhi cara berpikir seseorang dalam melihat cara pandang tertentu.  Kegiatan membuka lembaran buku, meresapi makna tulisan didalamya telah membentuk sebuah kegemaran yang telah aku tekuni sejak usia dini. Almarhum ayahku juga penggemar buku, koran dan majalah. Setiap hari kami pasti membaca berita apa saja yang ada dalam media baca yang kami miliki. Tak luput juga, pada setiap weekend ayahku selalu mengajakku ke toko buku Gramedia atau toko buku Gunung Agung hanya sekedar melihat ada buku terbaru apa yang hadir disana atau membelinya. Kebiasaan membaca ini terus berlanjut hingga aku dewasa. Ketika aku ada dimasa kuliah, aku senang sekali berkunjung ke perpustakaan atau ke to